Rabu, 28 Desember 2011

Melatih Siswa Sekolah Dasar Menjadi Ilmuwan

Untuk meningkatkan mutu pendidikan, pemerintah memperbaiki dan mengubah kurikulum yang digunakan di sekolah. Saat ini diluncurkan Kurikulum 2006 yang menggantikan Kurikulum 2004, padahal belum semua sekolah dapat melaksanakan Kurikulum 2004. Akan tetapi apapun jenis dan nama kurikulum yang digunakan, keberhasilan pembelajaran di sekolah bergantung pada implementasinya dalam pembelajaran oleh guru. Guru merupakan faktor yang berpengaruh sangat besar dalam proses belajar mengajar, bahkan sangat menentukan keberhasilan siswa dalam belajar.

Seperti kita ketahui, berdasarkan Kurikulum Sains SD, sains merupakan cara mencari tahu tentang alam sekitar secara sistematis untuk mengusai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memiliki sikap ilmiah. Pendidikan sains bermanfaat bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan kegiatan praktis untuk mengembangkan kompetensi agar siswa memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains diarahakan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Idealnya, pembelajaran sains digunakan sebagai wahana bagi siswa untuk menjadi ilmuwan, terutama siswa Sekolah Dasar. Melalui pembelajaran sains di sekolah siswa dilatih berpikir, membuat konsep ataupun dalil melalui pengamatan, dan percobaan.

Berdasarkan hal tersebut, tergambar jelas tugas yang harus diemban guru-guru sains di sekolah dasar. Untuk mewujudkan keinginan pembelajaran Sains di Sekolah Dasar yang tertuang di dalam kurikulum, guru-guru Sains mengemban amanat yang sangat besar. Untuk mencapai pembelajaran yang diinginkan kurikulum, guru harus mampu menjadi fasilitator dalam pembelajaran Sains, dan mampu menciptakan pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswanya. Dalam pembelajaran, guru harus sebnyak mungkin melibatkan peserta didik secara aktif agar siswa mampu bereksplorasi untuk membentuk kompetensi dengan menggali berbagai potensi, dan kebenaran ilmiah.

Saat ini, guru sebagai ujung tombak yang menentukan keberhasilan pendidikan dan pengajaran di sekolah, sepertinya belum dapat mengantisipasi keadaan dan keperluan siswa. Sebagian guru SD masih menggunakan pembelajaran pola lama, yaitu proses pembelajaran satu arah yang didominansi oleh guru melalui metode ceramah dan masih kurang melibatkan siswa untuk aktif dalam proses belajar mengajar. Dalam pembelajaran, guru hanya bersikap sebagai pelaksana tugas dalam pembelajaran, bukan memberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada siswanya. Guru pun jarang menciptakan model pembelajaran sains dengan pengamatan langsung, percobaan, ataupun simulasi. Akibatnya, sains dianggap sebagai pelajaran hafalan. Padahal, pembelajaran sains dapat menjadi wahana bagi siswa untuk berlatih menjadi ilmuwan, mengembangkan menumbuhkan motivasi, inovasi, dan kreativitas sehingga siswa mampu menghadapi masa depan yang penuh tantangan melalui penguasaan sains. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru tidak boleh mendominasi pembelajaran di dalam kelas, dengan menganggap siswa tidak memiliki pengetahuan awal. Siswa tidak boleh dicekoki dengan hafalan, melalui transfer hal-hal yang tercantum dalam buku teks. Akan tetapi, siswa harus dilatih berpikir dan membuat konsep berdasarkan pengamatan dan percobaan. Jika siswa memberi infut, guru harus mau menerimanya dan jangan memutus proses eksplorasi berfikir siswa hanya karena tidak sesuai dengan buku pegangan. Untuk menjadi ilmuwan ataupun untuk belajar diperlukan independensi berfikir. Oleh karena itu, guru seharusnya kreatif dan inovatif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga mampu memenuhi keperluan pembelajaran untuk setiap siswanya.

Salah satu metode pembelajaran sains yang dapat dilakukan di Sekolah dasar adalah pembelajaran dengan metode ilmiah. Metode ilmiah merupakan sarana yang dapat dipakai untuk melakukan pendekatan pembelajaran sains interaktif karena siswa tidak hanya sekadar menerima informasi dari guru, tetapi siswa dapat mengemukakan hal-hal yang dibutuhkan dalam percobaan, misalnya pengajukan masalah dan membuat hipotesis. Pembelajaran dengan metode ilmiah ini dapat melatih siswa bepikir dan bekerja dengan mengikuti langkah-langkah yang sitemik dan ilmiah untuk membentuk gagasan atau memecahkan suatu masalah. Hal ini karena metode ilmiah adalah proses mengenali masalah melalui fakta-fakta yang diamati, memungkinkan pemecahannya, dan menguji setiap kemungkinan untuk mendapatkan pemecahan yang terbaik. Metode ilmiah meliputi hal-hal; riset (proses pengumpulan data yang sesuai dengan pokok bahasan yang dipelajari), masalah (pertanyaan ilmiah yang harus dipecahkan), hipotesis (gagasan tentang pemecahan masalah berdasarkan pengetahuan dan riset), percobaan (proses menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan ilmiah), dan kesimpulan (ringkasan hasil percobaan dan bagaimana hasil-hasil tersebut berhubungan dengan hipotesis atau bagaimana hipotesis tersebut menjawab pertanyaan).

Metode ilmiah untuk siswa Sekolah Dasar merupakan metode ilmiah yang disederhanakan sesuai dengan tingkat kemampuan berpikir siswa SD. Langkahlangkah metode ilmiah ini memang disusun dalam urutan khusus, tetapi ilmuwan tidak selalu mengikuti urutan tersebut. Riset ditempatkan sebagai langkah pertama dalam metode ilmiah, tetapi riset merupakan bagian yang harus dilakukan terus menerus selama penelitian. Tidak semua langkah dalam metode ilmiah dapat dipakai dalam setiap penelitian yang dilakukan di kelas. Misalnya, banyak percobaan di kelas mempunyai permasalahan, tetapi tidak memerlukan hipotesis tertulis. Seandainya membutuhkan hipotesis tertulis, gagasan-gagasan tentang jawaban terhadap masalah umumnya hanya dalam pikiran. Sebagian penelitian tidak membutuhkan percobaan, misalnya penelitian untuk mengamati perilaku hewan, yang dilakukan di kelas hanyalah pengamatan, kemudian kesimpulan ditarik berdasarkan data yang terkumpul. Pembelajaran sains di Sekolah Dasar melalui metode ilmiah melibatkan siswa untuk berpikir dan terlibat dalam pengumpulan data sehingga siswa memperoleh kesimpulan dari topik yang dipelajari.

Pembelajaran yang melibatkan siswa untuk aktif berpikir memiliki keuntungan, di antaranya siswa mampu berpikir logis dan ilmiah, kemampuan berpikirnya meningkat, jenis keterampilan berpikir lebih banyak, serta mampu memahami dan menggunakan konsep-konsep sains. Pembelajaran sains di kelas melalui metode ilmiah dirancang untuk membantu para siswa mengembangkan enam keterampilan, yaitu; (1) bertanya (atau mengajukan masalah); (2) memperkirakan hal yang akan mereka harapkan (atau membuat hipotesis); (3) merencanakan dan melakukan penelitian (termasuk penelitian-penelitian untuk menguji hipotesis mereka); (4) mengumpulkan hasil pengamatan (mengumpulkan data); (5) mengatur, menguji, dan mengevaluasi data dengan memmbuat tabel, grafik, gambar, dan peta; (6) menarik kesimpulan dengan membandingkan antara hipotesis siswa (pengamatan yang diharapkan) dan data yang diperoleh siswa (pengamatan yang sebenarnya). Jika hipotesis tidak diperlukan, kesimpulan akan menjadi ringkasan dari hasil-hasil percobaan, termasuk jawaban untuk pertanyaan yang disampaikan. Cara-Cara dalam Pembelajaran Sains dengan Metode Ilmiah.
Pelaksanaan pembelajaran sains dengan menggunakan metode ilmiah ini memerlukan cara-cara tertentu agar tingkat keberhasilan pembelajaran tinggi. Hal pertama yang perlu diperhatikan guru sebelum melakukan pembelajaran sains dengan metode ilmiah adalah guru harus mengetahui secara menyeluruh percobaan yang akan dilakukan. Oleh karena itu, guru harus menyiapkan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan mempraktikan percobaannya sebelum pembelajaran di kelas dimulai. Hal ini akan meningkatkan pemahaman guru tentang pokok bahasan yang akan dipelajari dan membuat guru lebih paham dengan cara kerja dan bahan-bahan yang akan digunakan. Jika memahami percobaan dengan baik, guru akan lebih mudah memberikan petunjuk, menjawab berbagai pertanyaan, dan menjelaskan topik bahasan secar detail.

Langkah kedua dalam melakukan pembelajaran adalah mempersiapkan bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembelajaran. Persiapan ini meliputi pengumpulan dan penyusunan bahan sehingga ketika pembelajaran dilakukan tidak terhambat karena salah satu bahan tidak ada. Dalam persiapan ini, guru dapat melibatkan siswa untuk menyusun dan mengatur bahan-bahan yang akan digunakan. Selain itu, guru harus menentukan bahwa pembelajaran dilakukan secara berkelompok atau perorangan. Untuk pembentukan kelompok siswa, jumlah siswa untuk setiap kelompok idealnya empat orang. Dengan pengelompokan siswa menjadi beberapa kelompok untuk percobaan sains akan membantu guru dalam mengatur kelas dan memberikan pembelajaran yang baik tentang pentingnya bekerja bersama serta mengurangi jumlah bahan yang diperlukan. Setiap kelompok bekerja dalam timnya untuk mengumpulkan data dan menganalisis data.

Dalam pelaksanaan pembelajaran, guru memberikan pengarahan kepada siswa agar membaca dengan saksama setiap percobaan sains sebelum memulainya dan agar mengikuti setiap langkah percobaan dengan hati-hati, jangan melompati atau menambah prosedur kerja. Guru dapat memeragakan sebagian percobaan, tetapi tidak boleh menunjukan hasil akhirnya.

Jika hasil percobaan siswa tidak sesuai dengan hasil percobaan yang dijelaskan dalam percobaan sains, guru hendaknya membantu siswa memikirkan kesalahan yang mungkin dilakukan siswa ketika melakukan percobaan. Mintalah kepada siswa untuk mengulangi cara kerja percobaan. Hal ini untuk memastikan tidak ada cara kerja yang terlewati. Jika semua langkah telah diselesaikan, cobalah membuat pertanyaan-pertanyaan pancingan kepada siswa. Kemudian, siswa dapat memberikan hipotesis mengapa mereka tidak mencapai hasil yang seharusnya. Jika siswa berhasil melakukan percobaan sesuai dengan yang diharapkan, mintalah siswa untuk menjelaskan hasilnya, kemudian guru memberikan penjelasan ilmiahnya.

Dalam pembelajaran melalui metode ilmiah, hal yang penting bukan hanya melakukan percobaan secara teliti, tetapi diperlukan laporan yang tepat. Guru dapat menugasi siswa untuk melaporkan hasil percobaannya secara tertulis atau pun lisan di dalam diskusi kelas. Laporan ini dapat berupa gambar sederhana atau meringkas cara kerja dan data, serta memberikan kesimpulan mengapa hasil tersebut dapat dicapai. Kemudian, setelah percobaan dilakukan, arahkan kelompok untuk memikirkan bagaimana hasil-hasil percobaan tersebut akan terpengaruh jika suatu bagian percobaaan diubah. Misalnya, jika percobaan mengukur kebutuhan udara pernapasan dengan menggunakan respirometer dengan objek seekor serangga, bimbinglah siswa untuk menguji percobaan tersebut dengan menggunakan objek serangga sebanyak dua ekor. Guru dapat memancing siswa untuk berpikur dengan memberikan pertanyaan, ”Kita telah melakukan penghitungan jumlah udara pernapasan untuk seekor serangga, berapa banyak jumlah udara yang dibutuhkan untuk pernapasan dua ekor serangga?” Kumpulkan hipotesis dari setiap kelompok dan pilihlah hipotesis yang paling memungkinkan untuk digunakan dalam percobaan lanjutan.

Hal yang terpenting dalam pembelajaran sains dengan metode ilmiah adalah data yang terkumpul dan kesimpulan yang dibuat oleh siswa hanya mendukung dan menolak hipotesis dan jangan pernah menganggap sebagai petunjuk bahwa hipotesis yang dibuat siswa tersebut salah atau benar. Jika hasil yang diharapkan tercapai, siswa mempunyai penguatan positif yang cepat. Jika hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, anjurkan kepada siswa untuk tidak mengubah data yang diperoleh. Jelaskan kepada siswa bahwa para ilmuwan bias saja tidak mencapai hasil yang diharapkan, tetapi mereka selalu mencatat hasil-hasil pengamatan apa adanya. Agar siswa bersemangat, guru dapat membuat sistem evaluasi yang memberikan penghargaan kepada siswa karena berhasil menyelesaikan percobaan, bukan karena kebenaran hasil percobaan.

Penilaian merupakan pencapaian setiap siswa harus terus dilakukan. Untuk itu, melalui bentuk pembelajaran metode ilmiah ini guru dapat menilai melalui laporan percobaan, menilai peraga yang dibuat siswa, dan menilai hasil eks[resi lain yang kreatif untuk menunjukan pemahaman mereka tentang materi yang diajarkan dan juga tes tulis yang biasa dilakukan. Jadi dalam hal ini penilaian dapat meliputi tiga aspek, yaitu psikomotorik, apektif, dan kognitif. Hal yang harus diperhatikan pula oleh guru adalah jangan terfokus untuk mengevaluasi pekerjaan siswa sehingga melupakan tujuan utama pemebelajaran sains, yaitu untuk menemukan keajaiban-keajaiban sains. Guru harus mampu menyeimbangkan antara semangat kebebasan membuat penemuan dengan kegiatan mencatat dan berbagi data ilmiah.

Sumber Referensi
Darliana. 2004. Pembelajaran dengan Metode Ilmiah. PPPG IPA. Bandung
Mulyasa, E. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan; Pengembangan Standar kompetensi dan Kompetensi Dasar. Rosda. Bandung
VanCleave, Janice. 2001. Teaching The Fun of Science. Jhon Wiley & Sons Inc. Singapore

Tidak ada komentar:

Posting Komentar